1. Pos Pelayanan
Terpadu kesehatan gigi ( Posyandu )
Posyandu merupakan
jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima
program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi,dan penanggulangan Diare. salah
satu uapaya kesehatan gigi dalam posyandu adalah imunisasi gigi dan konseling
pada ibu hamil berkaitan dengan status kebersihan gigi dan mulut ibu hamil,
serta kesehatan gigi dan mulut bayi atau balita Kegiatan posyandu lebih di
kenal dengan sistem lima meja yang,
meliputi :
1. Meja 1 :
Pendaftaran
2. Meja 2 :
Penimbangan
3. Meja 3 :
Pengisian Kartu Menuju Sehat (kartu menuju gigi sehat ibu hamil dan
balita)
4. Meja 4 :
Penyuluhan Kesehatan gigi dan mulut, berkumur dengan baking soda,
5. Meja 5 : Pelayanan
kesehatan yang meliputi imunisasi gigi (pengolesan vi varnis atau fluor),
pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut dan pengobatan
2. Pos Obat Desa (
POD ) Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan
sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana,
melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di laksanakan di
posyandu.
Dalam
implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di sesuaikan dengan
stuasi dan kondisi setempat . Beberapa pengembangan POD itu antara lain : POD
murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
a. POD yang di
integrasikan dengan Dana Sehat ;
b. POD yang
merupakan bentuk peningkatan posyandu:
c. POD yang
dikaitkan dengan pokdes/ polindes ;
d. Pos Obat Pondok
Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren ; POD
jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit –unit desa , maka
seluruh ,diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya mengembangkan
Pos Obat Desa masing – masing.
3. Dana Sehat Dana
telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota. Dalam
implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain sebagai
berikut.
a. Dana sehat pola
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34 kabupaten dan telah
mencakup 12.366 sekolahan.
b. Dana sehat pola
pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dilaksanakan pada 96
kabupaten.
c. Dana sehat pola
pondok Pesantren, dilaksanakan pasa 39 kabupaten/kota.
d. Dana sehat pola
koperasi Unit Desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23 kabupaten, terutama
pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
e. Dana sehat yang
dikembangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dilaksanakan pada 11 kabupaten/
kota.
f. Dana sehat
organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir angkutan kota dan
lain-lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota. Seharusnya dana sehat
merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota masyarakat yang
belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti askes, jamsostek, dan asuransi
kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan
masyarakat,yang pada giliranya mampu melestarikan kegiatan UKMB setempat. Oleh
karena itu, dana sehat harus dikembangkan keseluruh wilayah.kelompok sehingga
semua penduduk terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.
4.
Upaya Kesehatan Tradisional Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah
dihalaman atau ladang yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai
obat. Dikaitkan dengan peran serta masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi
mereka dalam bidang peningkatan kesehatan dan pengobatan sederhana dengan
memanfaatkan obat tradisinal. Fungsi utama dari TOGA adalah menghasilkan
tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga dan meningkatan
kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan.
Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat digunakan untuk
memperbaiki gizi masyarakat, upaya pelestarikan alam dan memperindah tanam dan
pemandangan dalam kesehatan gigi salah satunya pemanfaatan tanaman cengkeh
dalam mengobati sakit gigi atau Pereda nyeri, dan berkumur dengan rebusan bunga
rosela dapat mengobati ginggivitis Kader Kesehatan Kader di indonesia merupakan
sosok insan yang menarik perhatian khalayak. Kesederhanaannya dan asalnya yang
dari masyarakat setempat, telah membuat kader begitu dekat dengan masyarakat
membuat alih pengetahuan dan olah keterampilan dari kader kepada tetangganya
demikian mudah. Kedekatanya dengan petugas puskesmas telah membuat mereka
menjadi penghubung yang andal antara petugas kesehatan dengan masyarakat.
Profil kader yang paling dikenal adalah kader posyandu. Melejitnya jumlah dan
peran posyandu dalam keberhasilan program keluarga berencana dan kesehatan.
Telah turut mengangkat kepopelaran kader posyandu di Indonesia. Peran PKK
(Pembinaaan Kesejahteraan Keluarga) dalam kader ini sangat besar, karena kampir
seluruhnya kader posyandu atau kader PKK adalah wanita. Tim Penggerak PKK dari
mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan dan desa/kelurahan,
selalu berupaya melakukan penggerakan dan pembinaan intensif terhadap kader PKK
yang menjadi kegiatan posyandu.
Pembangunan kesehatan ke depan
diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, di samping peningkatan
akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, utamanya penduduk miskin.
Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya pencegahan penyakit menular
ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi,
perilaku, dan kewaspadaan dini. Kesehatan adalah keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial secara utuh, yang semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan semua system yang terjadi pada
tubuh manusia , serta fungsi dan prosesnya (Depkes RI, 2003)
Menurut
pernyataan dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), kesehatan adalah keadaan
fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar
tidak mengidap penyakit atau kelemahan. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. (Undang-Undang) Promotif Promosi Kesehatan adalah proses
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik
fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta
mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). (Ottawa
Charter,1986).
A. Upaya Promotif dan Preventif
kesehatan di Indonesia Pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi dapat dilakukan dengan berdasarkan
tingkat pencegahan sebagai upaya promotif dan preventif. Upaya pencegahan
menurut teori Leavel dan Clark (Maulana, 2009) dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus
terhadap penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum
sakit (pre pathogenesis), dan disebut dengan pencegahan primer. Pencegahan
primer dilakukan pada masa individu yang belum menderita sakit. Pencegahan
primer terdiri dari promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan
khusus (spesifiic protection).
a. Promosi Kesehatan Health
promotion bertujuan untuk meningkatkan, memajukan dan membina koordinasi sehat
yang sudah ada hingga dipertahankan dan dijauhkan dari ancaman penyebab
penyakit atau agent secara umum, serta mengubah perilaku masyarakat yang kurang
baik menjadi baik yang tidak menguntungkan bagi kesehatan menjadi menguntungkan
bagi kesehatan, merubah perilaku masyarakat khususnya di bidang kesehatan.
Pendidikan kesehatan yang diperlukan antara lain : Meningkatnya gizi, Perbaikan
sanitasi lingkungan, Ph(derajat keasaman), Pendidikan sifat umum, Nasihat
perkawinan, Penyuluhan kehidupan sex, Olahraga dan kebugaran jasmani, Pemeriksaan
secara berkala, Meningkatnya standar hidup dan kesejahteraan keluarga, Nasihat
tentang keturunan, Penyuluhan tentang PMS, Penyuluhan AIDS.
b. pesific Protection Spesific
protection adalah upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penyakit dan
penularan penyakit tertentu. Spesific protection terdiri dari (Efendi, 1998 ;
Maulana, 2009 ) :
1)Memberikan imunisasi pada golongan
yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu. Contohnya
:imunisasi gigi dengan pemberiak topical aplikasi fluor, pemberian mi varnis
untuk mecegah terjadinya karies gigi atau lubang gigi, penambalan pit dan
fissure silent pencegahan gigi berlubang, imunisasi hepatitis diberikan
kepada mahasiswi kebidanan yang akan praktek di rumah sakit.
2) Isolasi terhadap penderita
penyakit menular. Contohnya : isolasi terhadap pasien penyakit flu
burung.
3) Perlindungan terhadap kemungkinan
kecelakaan di tempat-tempat umum dan di tempat kerja. Contohnya : di tempat
umum, misalnya adanya rambu-rambu zebra cross agar pejalan kaki yang akan
menyebrang tidak tertabrak oleh kendaraan yang sedang melintas. Sedangkan di
tempat kerja : para pekerja yang memakai alat perlindungan diri.
4) Peningkatan keterampilan remaja
untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik. Contohnya : kursus-kursus
peningkatan keterampilan, seperti kursus menjahit, kursus otomotif.
5) Penanggulangan stress. Contohnya
: membiasakan pola hidup yang sehat , dan seringnya melakukan relaksasi.
2. pencegahan sekunder
Penegakan diagnosa secara dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, disebut pencegahan sekunder (seconder
preventive). Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit.
Pencegahan sekunder bentuknya upaya diagnosis dini dan pengobatan segera (
early diagnosis and prompt treatment
3. Pencegahan tersier
Pembatasan kecacatan dan pemulihan
kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan tersier
bentuknya membatasi ketidakmampuan/kecacatan (disability limitation) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitation). Pada proses ini diusahakan agar cacat
yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat
berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial.
Strategi Memperbaiki Layanan BPJS
Kesehatan Oleh: Firdaus Baderi Kamis, 13/12/2018 Oleh: Aura Nabila, Mahasiswi
Ekonomi Syariah UII
Pemerintahan era Joko Widodo telah berupaya mengatasi defisit keuangan BPJS
Kesehatan melalui berbagai kebijakan yang dapat menunjang pelayanan kesehatan
bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut direalisasikan dengan menetapkan
Peraturan Presiden dan kebijakan internal di BPJS Kesehatan untuk dapat memperoleh
dana hingga Rp 9,23 triliun. Salah satu langkahnya dengan mendisiplinkan
pemerintah daerah melalui PMK Nomor 183 Tahun 2017 yang mengatur mekanisme
penyelesaian tunggakan iuran jaminan kesehatan Pemda, melalui pemotongan dana
bagi hasil ke masing-masing Pemda yang mangkir membayar iuran peserta warganya
sebagaimana telah didaftarkan melalui program Jaminan Kesehatan Daerah.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan menyebutkan beberapa Pemda telat membayar iuran
dan cenderung mendaftarkan penduduk yang memiliki penyakit risiko tinggi
sehingga berimbas pada defisit keuangan BPJS Kesehatan. Tidak hanya demikian,
cara lain yang diupayakan oleh pemerintahan Jokowi untuk menambal defisit yakni
melalui PMK 222/ 2017 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana bagi
hasil cukai hasil tembakau. Dana senilai Rp1,48 triliun dari cukai hasil
tembakau ini diharapkan dapat membantu mendukung fasilitas kesehatan.
Kementerian Keuanganpun juga akan memotong pajak rokok dari seluruh daerah
sebesar 10 persen, yang diambil dari total pendapatan cukai rokok, sebagaimana
tertera dalam Perpres 82/2018. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan
dalam Perpres, terdapat aturan yang memerintahkan menteri keuangan untuk bisa
memotong sesuai dengan PMK berupa 75 persen dari 50 persen penerimaan pajak
rokok daerah, yang digunakan untuk JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Kebijakan
ini diharapkan cukup untuk menambal kas BPJS Kesehatan sebesar Rp 5,51 triliun
yang selama ini bocor bahkan bisa menghemat dana operasional sebesar Rp 200 miliar.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk mengaudit permasalahan defisit ini
sesuai prosedur dan akuntabilitas. Serta, mengintruksikan Direktur Utama BPJS
Kesehatan Fachmi Idris beserta para direksi untuk memperbaiki sistem, baik
verifikasi, dan sistem keuangan.
Karena
BPJS tidak hanya melayani pusat saja melainkan menjangkau sampai ke Kabupaten,
Kota, Provinsi hingga seluruh Tanah Air. Tentunya Ini bukan suatu hal mudah untuk
mengontrol bahkan memonitor klaim dari rumah sakit. Strategi lainnya adalah
perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan berupa mitigasi fraud, sehingga
dapat menghemat anggaran sebesar Rp 750 miliar serta penyelarasan BPJS
Kesehatan dengan jaminan sosial lain seperti BPJS Ketenagakerjaan, Taspen,
Asabri, dan Jasa Raharja. Selain itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi
Idris juga merancang upaya lain dengan memperbaiki sistem rujukan dan rujuk
balik lewat sistem online, yang diharapkan bisa menghemat dana hingga Rp 500
miliar serta memberikan kemudahan bagi masyarakat agar tidak perlu megantri
lama untuk mendapatkan pelayanan BPJS di setiap rumah sakit. Joko Widodo
menjelaskan terdapat empat jenis penyakit yang menyedot pengeluaran anggaran
BPJS kesehatan sangat besar, yakni jantung dengan biaya pengeluaran Rp 9,5
triliun, kanker sebesar Rp 3 triliun, ginjal Rp 2,2 triliun dan katarak
mencapai Rp 2,6 triliun.
Di indonesia , khususnya di bidang kesehatan Stunting, adalah
salah satu masalah kesehatan yang perlu menjadi sorotan. Jangankan diberantas,
angka stunting di Indonesia masih masuk kategori sangat tinggi menurut standar
WHO. Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh
anak-anak yang mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi
psikososialnya tidak memadai. Anak dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi
badannya tak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia. Menurut pakar nutrisi dan
penyakit metabolik anak, Damayanti Rusli Sjarif, dampak stunting bukan sekadar
tinggi badan anak. “Kalau anak pendek, ketika remaja dia bisa tumbuh lagi. Ada
kesempatan kedua untuk menaikkan tinggi badan. Tapi kalau sudah stunting
terkait pertumbuhan otak, ketika sudah besar, anak tidak bisa diobati lagi,”
jelas Damayanti.
Dalam debat ketiga Pilpres 2019, kesehatan masuk dalam daftar topik yang
diangkat. Stunting, adalah salah satu masalah kesehatan yang perlu menjadi
sorotan. Jangankan diberantas, angka stunting di Indonesia masih masuk kategori
sangat tinggi menurut standar WHO.
Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-anak yang mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai. Anak dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi badannya tak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia.
Menurut pakar nutrisi dan penyakit metabolik anak, Damayanti Rusli Sjarif, dampak stunting bukan sekadar tinggi badan anak.“Kalau anak pendek, ketika remaja dia bisa tumbuh lagi. Ada kesempatan kedua untuk menaikkan tinggi badan. Tapi kalau sudah stunting terkait pertumbuhan otak, ketika sudah besar, anak tidak bisa diobati lagi,” jelas Damayanti.
Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-anak yang mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai. Anak dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi badannya tak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia.
Menurut pakar nutrisi dan penyakit metabolik anak, Damayanti Rusli Sjarif, dampak stunting bukan sekadar tinggi badan anak.“Kalau anak pendek, ketika remaja dia bisa tumbuh lagi. Ada kesempatan kedua untuk menaikkan tinggi badan. Tapi kalau sudah stunting terkait pertumbuhan otak, ketika sudah besar, anak tidak bisa diobati lagi,” jelas Damayanti.
Data Riset
Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 yang diolah Lokadata Beritagar.id
menunjukkan, 30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Angka ini
turun jika dibandingkan data Riskesdas 2013, yakni 37,2 persen."Meski
demikian, angkanya masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
yakni 20 persen," ujar Kepala Balitbang Kesehatan, Siswanto.Ambang batas
prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang
dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat
tinggi. Indonesia tidak sendiri. Ada 44 negara lain dalam kategori angka
stunting sangat tinggi.
WHO juga
mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar
20 persen. Padahal, stunting adalah indikator kunci kesejahteraan anak secara
keseluruhan. Negara-negara dengan angka stunting tinggi merefleksi
ketidaksetaraan sosial di dalamnya.
WHO menjadikan stunting sebagai fokus Global Nutrition Targets
untuk 2025, juga Sustainable Development Goals untuk 2030.